Rabu, 19 Oktober 2016

Resume Materi Filsafat Pendidikan

Secara Etimologis ( asal kata ) Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab yaitu فلسفة  (falsafah), yang juga diambil dari bahasa Yunani yaitu Φιλοσοφία (philosophia). Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk, dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Secara terminologis, filsafat berarti pengetahuan tentang pengetahuan. Yang merupakan akar dari pengetahuan atau pengetahuan yang terdalam. Menurut Plato ( 428-348 SM) Filsafat tidak lain tentang pengetahuan segala yang ada. Menurut Cicero (106-43 SM) Filsafat sebagai “ibu dari semua seni  (The mother of all arts)“ ia juga mendifinisikan filsafat sebagai ars vitae atau seni kehidupan. Menurur Al-farabi, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Sedangkan menurut Harun Nasution filsafat adalah berpikir menurut tata tertib(logika0 dengan bebas (tidak terikat tradisi,dogma atau agama) dan dengan sedalamn-dalamnya sehingga sampai ke dasar persoalan.
Berdasarkan dari beberapa pengertian filsafat diatas saya menyimpulkan menurut saya, filsafat adalah ilmu yang mempelajari atau mengkaji segala sesuatu yang dipikirkan secara kritis untuk memperoleh kebenaran yang sebenar-benarnya.
Perbedaan ilmu dengan filsafat, Ilmu bersifat pasteoriosi ( kesimpulan ditarik tanpa pengujian berulang sedangkan filsafat bersifat priori ( kesimpulan ditarik tanpa pengujian tetapu pemikiran dan perenungan). Keduanya sama-sama mencari kebenaran den memerlukan proses berpikir.filsafat tidak dapat di buktikan dengan filsafat sendiri tetapi hanya dapat dibuktikan melalui observasi.
Ciri-ciri orang yang berpikir filsafat yaitu, berpikir sampai ke akarnya (radikal), secara logis (sistematis), secara menyeluruh tidak terbatas pada bagian tertentu (universal) dan spekulatif terhadap kebenaran yang perlu pengujian.
Berpikir filsafat memliki beberapa manfaat, pada mahasiswa bisa membiasakan diri untuk berpikir kritis, bersikap logis dan rasional, mengembangkan opini dan argumentasi, serta mengembangkan semangat toleransi dalam perbedaan pandangan.

            Dalam filsafat memiliki beberapa cabang yaitu Logika ( hal yang benar dan salah), Etika (hal yang baik dan buruk), Estetika ( hal yang indah dan jelek), Metafisika (hakikat kebenaran zat) dan Politik (organisasi pemerintahan yang ideal.
            Kelima cabang tadi terbagi lagi menjadi beberapa cabang yang lain yaitu Epistimoogi ( filsafat Pengetahuan), Etika (Filsafat moral), Estetika (filsafat seni atau keindahan), metafisika (filsafat yang paling luas), politik (filsafat pemerintahan), Agama, Filsafat Ilmu, filsafat pendidikan, filsafat hukum, filsafat sejarah dan filsafat matematika.
            Dari beberapa filsafat diatas karena kuliah dibidang pendidikan jadi yang paling dibahas adalah mengenai filsafat pendidikan.

            Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat pelaksanaan dan pendidikan. Filsafat dan pendidikan sebenarnya adalah dua istilah yang mempunyai makna sendiri. Akan tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah tema yang baru dan khusus. Filsafat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara umum. Filsafat pendidikan adalah studi ihwal tujuan hakikat dan is yang ideal dari pendidikan. Filsafat pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu filsafat yan dijadikan sebagai dasar dari para pelaksana pendidikan.
            Menurut para ahli yaitu Menurut Al-Syaibany (1797: 36), filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Menurut Imam Barnadib (1993: 3), filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pda hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan. Menurut Jhon Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia.
            Berdasarkan beberapa pengertian diatas kesimpulannya menurut saya, filsafat pendidikan adalah ilmu filsafat yang digunakan untuk memahami dan mengerti pendidikan itu sendiri agar memperoleh kemampuan dasar untuk mencapai tujuan pendidikan.

            Selain cabang-cabang filsafat tadi, filsafat juga memiliki aliran ditinjau dari ontologi, epistimologi dan aksiologi. Ontologi adalah ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyta dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Epistimologi adalah pengetahuan yang berusaha menaab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan  menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Sedangkan aksiologi berasal dari kata axios yang artinya nilai atau sesuatu yang berharga dan logos artinya akar teori, jadi aksiologi cabang filsafat yang mempelajari nilai, secara singkat aksiologi adalah teori nilai.
Sedangkan aliran filsafat sendiri terbagi menjadi aliran perenialisme, progresivisme, esensialisme, dan rekonstruktivisme.
            Pertama, Perenialisme berasal dari kata  perennial  yang berarti abadi, kekal atau selalu. Aliran perenialisme diambil dari kata perenialisme yang diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for avery long line” abadi .
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi dan solusi terhadap pendidikan progresif dan atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut sebagai krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat,kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada sat u pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Kedua, Progresivisme  adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada
tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Beberapa tokoh dalam aliran ini :  George Axtelle,  William O. Stanley,  Ernest Bayley,  Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.
Aliran ini memandang kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu.
Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun  cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran.
Pendidikan sebagai alat untuk  memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif Dengan berpijak dari pandangan tersebut maka sangat jelas bahwa filsafat progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
Ketiga, Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang jelas dan  tahan lama dalam memberikan kestabilan, mempunyai tata aturan yang jelas.
Herman Harrel Horne, dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Robert Ulich, berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta.
Aliran ini sama dengan perennialisme, yaitu lebih berorientasi pada masa lalu dan lebih menekankan pada pemahaman dunia melalui ilmu pasti dan ilmu sosial, serta mengindahkan ilmu filsafat dan agama. Bahan pokok kurikulum adalah sebuah rencana esensialis tentang organisasi kurikulum dan teknik-teknik pemberian pelajaran, dengan tes sebagai metodenya. Karya ilmiah, yakni kemampuan mendaur ulang apa yang telah dipelajari, merupakan nilai yang tinggi, dan pendidikan diawasi sebagai persiapan mencapai maksud pendidikan, seperti perguruan tinggi, lapangan kerja dan kehidupan.
Keempat Rekonstruktivisme, Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris  ”rekonstruct”  yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Mereka memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran. Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Aliran perennialisme memilih cara tersendiri. Sementara itu aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.

            Hal yang bersifat fisis sudah banyak yang diketahui meskipun belum tuntas tetapi hal yang bersifat spiritual kualitatif masih misteri. Secara umum tahu bahwa manusia itu berasal dari tuhan dan ketuhan. Tetapi jika ada kesempatan cenderung bertentangan dari ajarannya.
            Ada kesenjangan antara pengetahuan manusia dengan perilakunya. Manusia lahir degan cipta karsa dan rasa. Ketiga potensi tersebut manusia memiliki rasa ingin tahu atas segala sesuatu. Ketiga hal tersebut melahirkan; filsafat hidup, pedoman hidup dan aturan dalam bersikap dan memperoleh pengetahuan.
            Manusia Makhluk berpendidikan Dalam KBBI, manusia diartikan “makhluk yang berakal budi” (mampu menguasai makhluk lain). Dengan pengetahuan manusia mampu menjaga kelangsungan hidup. Pengetahuan diamalkan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari. Sejak lahir manusia terlibat dalam proses pendidikan. Karena itu manusia berbudaya.
            Manusia sebagai makhluk yang berbudaya karena hasil oleh pikir, karsa, dan rasa yang melahirkan pengetahuan teknologi dan seni.makin tinggi iptek makin tinggi kebudayaaannya. Serta karakter individu merupakan manusia makhluk yang pemikir yang sistem, memliki kemampuan menggabungkan isu dan lain-lain. Manusia memliki kemampuan membantu dan membangun visi bangsa/sekolah dan memberi inspirasi bagi masyarakat.
            Hakikat manusia dan pengembangannya, sasarannya adalah manusia karena manusia hanya bisa dimanusiakan oleh manusia lewat pendidikan yang membantu untuk menumbuhkan potensi-potensi kemanusiaannya tersebut.
            Hakikat Masyarakat, secara umum masyarakat adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah dan saling berinteraksi dengan sesama untuk mencapai tujuan. Masyarakat terdiri dari berbagai macam pendidikan, profesi dan lain-lain dan memiliki komponen-komponen tertentu. Masyarakat diharapkan mampu untuk membangun dan mencapai tujuan dari suatu daerah atau negara dengan saling membantu satu sama lainnya. Salah satunya yaitu melalui pendidikan.


Pendidikan merupakan  transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture and transfer of religius  yang semoga diarahkan  pada upaya untuk memanusiakan manusia.
Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati  berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi,  sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,  masyarakat, bangsa dan negara (Achmad Munib, 2004: 142).
Hal di atas menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu upaya yang terencana, yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik tentu berbeda–beda, yang nantinya adalah tugas  seorang pendidik untuk mampu melihat dan mengasah potensi–potensi yang dimiliki peserta didiknya sehingga mampu berkembang  menjadi manusia berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia–manusia yang lebih berbudaya, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sesuai dengan dasar negara, falsafah hidup bangsa, dan ideologi negara tersebut. Tujuan tersebut akan terlaksana dengan baik apabila para pendidiknya mampu untuk  menghasilkan lulusan peserta didik yang baik.

      Pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidik dalam perspektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan.
Pendidik dapat berarti orang bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kematangan aspek rohani dan jasmani anak. Pendidik adalah orang yang pekerjaannya mendidik peserta didik baik di lingkungan formal (kelas atau sekolah) ataupun nonformal. Dengan demikian peserta didik peranannya merupakan obyek transformasi ilmu tersebut. Demikian pula pada perkembangannya guru disebut pula sebagai pengajar  (intruksional), posisi pengajar dalam manusia modern sama sekali berbeda dari tempat yang diberikan kepadanya dalam Islam. Jadi paradigma pendidik tidak  hanya bertugas sebagai guru atau pengajar, yang mendoktrin peserta didiknya untuk menguasai seperangkat ilmu pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivtor dan fasilitator dalam proses belajar mengajar. karena hakekatnya pendidikan adalah suatu proses pembentukan kepribadian, moral serta intelektual yang baik.
            Hakekat pendidik  sebagai manusia yang memahami ilmu pengetahuan sudah barang tentu dan menjadi sebuah kewajiban baginya untuk mentransferkan ilmu itu kepada orang lain. Perbuatan mendidik atau mengajar adalah perbuatan terpuji dan mendatangkan pahala dari Allah karena amal kebajikan jariyah yang akan mengalirkan pahala selama ilmu yang diajarkan tersebut masih diamalkan orang yang belajar tersebut. Seorang pendidik mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai seorang pendidik untuk mendididk peserta didiknya agar menjadi orang yang berguna dimasyarakat.

            Peserta didik atau anak didik merupakan individu yang selalu tumbuh dan berkembang. Itu semua harus dipahami oleh semua pendidik. Peserta adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, dimana mereka sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
            Peserta didik adalah pribadi yang sedang berkembang yang bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup. Mereka adalah pribadi yang memiliki potensi, baik fisik maupun psikologis yang berbeda-beda sehingga masing-masing merupakan insan yang unik.  Masih memerlukan pembinaan individual dan perlakuan yang manusiawi. Peserta didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungannya serta memiliki kemampuan untuk mandiri.
     Manusia dalam kedudukannya sebagai peserta didik haruslah ditempatkan sebagai pribadi yang utuh, yakni manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan sosial, sebagai kesatuan jasmani dan rohani, daan sebagai makhluk Tuhan yang harus menempatkan hidupnya di dunia sebagai persiapan kehidupan akhirat.
Kebutuhan peserta didik adalah suatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh peserta didik untuk mendapatkan kedewasaan ilmu. Kebutuhan-kebutuhan itu adalah Kebutuhan fisik, Kebutuhan intelektual, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan untuk mendapatkan status. Kebutuhan tersebut akan terpenuhi dengan kurikulum yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan tersebut.

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai  tujuan pendidikan tertentu, Maka dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum 2013, yaitu kurikulum sebagai jantungnya pendidikan perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik.
Sebagai seorang pendidik, tidak asing lagi dengan istilah kurikulum. Kurikulum disusun untuk dijadikan pedoman dalam melaksanakan pendidikan. Penyusunannya dilaksanakan berdasarkan atas dasar kebutuhan belajar anak didik yang diharapkan menjadi penerus pembangunan bangsa di masa datang. Karena itu, kurikulum berubah sesuai dengan kebutuhan.  Jadi dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan pedoman utama bagi guru dan bagi pihak yang berkaitan dengan pendidikan.
Hal ini, sejalan dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 yang berbunyi “ kurikulum merupakan  seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”. Atau dengan kata lain, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Tujuan tertentu itu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kessesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.    Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Dengan demikian, maka jelas bahwa pendidik mengemban tugas sebagai pelaksana operasional dari kurikulum yang berlaku.
Kurikulum mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam lembaga pendidikan. Salah satu penentu keberhasilan pendidikan terdapat pada kurikulum. dan bagus tidaknya kurikulum tergantung kepada perumus kurikulum sendiri. Kurikulum diharapkan dapat menjadi sarana terciptanya cita-cita/ tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan tersebut akan lebih mudah terlaksana jika menggunakan metode yang akan menunjang dan meningkatkan tingkat keberhasilannya tersebut.

Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prose dur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Metode pembelajaran berarti cara-cara yang dipakai untuk menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Salah satu keterampilan guru yang memegang posisi penting adalah keterampilan memilih metode pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran berkaitan langsung dengan usaha guru dalam menampilkan pengajaran sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal (Pupuh Fathurrohman,dkk, 2007: 55).
Metode merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan memiliki peranan yang sangat strategi. Nilai strategis metode pembelajaran adalah dapat mempengaruhi jalannya kegiatan pembelajaran. Suatu contoh, kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru menjadi kurang terjadi interaksi antara guru dan peserta didik serta kurang memberikan motivasi belajar kepada peserta didik karena menggunakan metode embelajaran yang kurang tepat. Pemilihan metode mengajar yang kurang tepat justru akan mempersulit guru untuk mencapai tujuan pembelajaran (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 86). Metode megajar pada umumnya ditujukan untuk membimbing peserta didik dalam belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Efektifitas penggunaan metode pembelajaran tergantung pada kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kemampuan 8 guru, kondisi peserta didik,sarana dan prasarana, situasi dan kondisi serta waktu (Sumiati, 2008: 91-92). Untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu pembelajaran maka digunakanlah evaluasi.

Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyelenggaraan pembelajaran secara keseluruhan. Pada dasarnya, evaluasi dimaksudkan untuk memperoleh data atau informasi tentang jarak antara situasi yang ada dan situasi yang diharapkan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Dengan menggunakan data dan informasi yang ada, guru dapat mengambil keputusan tentang kegiatan belajar mengajar selanjutnya. Agar proses evaluasi dapat berlangsung, maka instrumen evaluasi harus direncanakan, disusun, dan dilaksanakan. Salah satu instrumen evaluasi yang digunakan secara luas adalah tes.
Tes adalah serangkaian tugas yang harus dilakukan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas daripada sesuatu. Penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang berkesinambungan untuk pengumpulan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka mengambil suatu keputusan.

Evaluasi tidak boleh dipandang sebagai kumpulan teknik-teknik saja tetapi lebih merupakan sebuah proses yang berdasar pada prinsip-prinsip. Teknik evaluasi harus dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dilayaninya dan harus dipertimbangkan apakah teknik evalusi merupakan metode yang paling efektif untuk menetukan apa yang ingin diketahui oleh siswa. Pemakaian teknik evaluasi yang sewajarnya menuntut kewaspadaan akan keterbatasannya seperti juga kekuatannya. Semua alat evaluasi selalu mengandung kekurangan tertentu. Kesadaran atas keterbatasan alat evaluasi memungkinkan dapat memakainya lebih efektif, dan kesalahan-kesalahan dalam teknik evaluasi dapat dihilangkan dengan cara hati-hati dalam memilih dan memakainya. Evaluasi hanyalah alat mencapai tujuan bukan merupakan tujuan akhir.

Untuk itulah M. Sonardi Djiwandono mengatakan pada hakikatnya kedudukan evaluasi dalam desain pembelajaran adalah ”sebagai bagian akhir dari rangkaian tiga komponen pokok penyelenggaraan pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran.”

Masyarakat Yang Ideal

A.     Pengertian Masyarakat Ideal

1.      Pengertian Masyarakat  Secara Terminologi

Masyarakat ideal adalah segenap tingkah laku manusia yang di anggap sesuai. Tidak melanggar norma-norma umum dan adat istiadat serta terintegrasi langsung dengan tingkah laku umum. Dan dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasan-batasan tertentu. Masyarakat ideal dan harmonis terjadi jika adanya kesadaran akan hak dan kewajiban pada interaksi seluruh anggota masyarakat yang berperan sebagai peserta komunikasi. Dengan kata lain, masyarakat ideal atau harmonis adalah kesesuaian tingkah laku seluruh anggota masyarakat dengan norma-norma umum masyarakat dan adat istiadat, terintegrasi dengan tingkah laku umum, serta dapat mengetahui jati dirinya dan mengorganisasikannya sebagai satu kesatuan yang utuh dari sistem sosial.

2.    Pengertian Masyarakat Ideal Menurut Para Ahli

1. Emile Durkheim – (dari aspek solidaritas)

Emile Durkheim lebih menekankan pada prinsip-prinsip moral pada solidaritas dibandingkan dengan rasionalitas. Menurutnya, yang dimaksud dengan masyarakat ideal adalah adanya solidaritas sosial yang menjadikan setiap individu dengan individu dan atau kelompok lainnya saling berhubungan atas dasar kepercayaan maupun perasaan moral yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
2. Max Weber (dari aspek rasionalitas)

Sosiolog yang terkenal dengan rasionalitasnya ini, memandang masyarakat ideal dengan menggunakan konsep rasionalnya. Weber lebih menekankan pada birokrasi modern, sebagai contoh masyarakat Barat yang mengalami peningkatan dalam bentuk rasionalitas. Konsep ideal suatu masyarakat menurutnya, dimiliki oleh masyarakat yang menerapkan birokrasi modern, karena dianggap sebagai organisasi sosial yang efisien, sistematis dan dapat diramalkan. Birokrasi modern memiliki pengertian sebagai seperangkat keputusan yang memiliki otoritas yang berdasarkan aturan-aturan resmi secara impersonal, yang kemudian disebut sebagai legal-rasional.
3. Karl Marx (dari aspek materialisme)

Karl Marx yang hidup di era industrialisasi, memandang masyarakat ideal dari kelas-kelas sosial. Marx dengan economic determinism, mengatakan bahwa adanya pertentangan antar kelas, yaitu kelas yang mendominasi (borjuis) dan kelas yang terdominasi (proletar). Kaum yang memiliki faktor-faktor produksi akan dominan terhadap kaum lainnya, sehingga penindasan diantara mereka dapat dirasakan. Saat kita memandang teori Marx bukan sebagai ideologi, namun sebagai tindakan kritis terhadap interaksi sosial, kritis Marx tersebut mengungkapkan bagaimana masyarakat ideal itu sebenarnya. Ketika pertentangan antar kelas tersebut sudah tidak berlaku lagi, sehingga tidak ada lagi dominasi kaum borjuis terhadap kaum proletar, suatu masyarakat ideal akan terbentuk.
4. Jurgen Habermas (dari aspek komunikasi)

Sebagai salah satu tokoh penganut aliran kritis, Habermas berusaha mengatasi kebuntuan para pendahulunya yang tergabung dalam Mazhab Frankfurt. Kebuntuan yang terjadi akibat modernisasi yang dianggap menyembunyikan kekuasaan kapitalis. Habermas lalu mengajukan modernisasi masyarakat berdasarkan tindakan komunikatif. Pemahaman Habermas mengenai masyarakat ideal ditunjukkannya melalui tindakan komunikatif tersebut. Menurutnya, masyarakat yang komunikatif adalah adanya upaya masyarakat dalam mencapai otonomi dan kedewasaan, bebas dari dominasi, dengan tindakan-tindakan emansipatorisnya.

Pada dasarnya definisi “masyarakat Ideal” ini belum final, belum permanent dan masih debatable. banyak definisi yang berkembang, baik yang di dasari dari pemahaman terminologi bahasanya, historitas munculnya, maupun urgenitas di dalamnya. Sehingga jikalau definisi belum paten, maka tentunya konsepnya pun masih mentah ,dan upaya aplikasinya. Namun sayangnya, sementara opini yang sudah berkembang, begitu meng-emaskan terma dan konsep ini. Masyarakat dunia pun seakan yakin konsep “masyarakat Ideal” adalah solusi kongkrit dari problematika bermasyarakat dan bernegara. Agar tercipta suatu masyarakat yang ideal ialah yang terpenting adalah peranan dari pemerintah langsung dan partisipasi masyarakat itu sendiri sehingga terciptanya suatu konsep masyarakat ideal.

B. Unsur-Unsur Masyarakat Ideal
Dalam mencapai masyarakat yang ideal ada beberapa unsur-unsur yang mendukung individu tersebut menjadi ideal diantaranya sebagai berikut :
1.      Pemerintah
Peran pemerintah amatlah penting dalam mewujudkan masyarakat yang ideal atau harmonis. Pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakatnya, serta mengorganisasikannya. Keberhasilan pemerintah dalam mengorganisasikan dapat dilihat dari beberapa peran strategis pemerintah, diantaranya ialah:
·         Memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.
·         Menggerakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desanya.
·         Menumbuhkan kemandirian dan perkembangan pada masyarakatnya.

2. Masyarakat
Unsur utama dalam pembentukan masyarakat ideal adalah masyarakatnya sendiri untuk memberikan sumbangan bagi pembangunan masyarakat, maupun bangsa, dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Sumbangan tersebut berupa rumusan berbagai kebutuhan mereka, merencanakan pemenuhannya, dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
Dalam pembangunan masyarakat yaitu memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan kebudayaan masyarakat, mengintegrasikan kehidupan masyarakat-masyarakat itu ke dalam kehidupan bangsa, dan memampukan mereka untuk memberi sumbangan sepenuhnya bagi kemajuan nasional. Pembangunan masyarakat adalah suatu proses di mana masyarakat membahas dan merumuskan kebutuhan mereka, merencanakan usaha sepenuhnya, dan melaksanakan rencana sebaik-baiknya.
C. Syarat-Syarat Tercapainya Masyarakat Ideal

Menurut Astrid S. Susanto, masyarakat yang ideal harmonis dapat tercapai apabila:
1.      Pendapat-pendpat dalam masyarakat diarahkan kepada harmonisasi.
2.      Sifat-sifat khas dari materi publisistik / komunikasi dipergunakan sesuai dan demi perwujudan atau pun peningkatan harmoni dalam masyarakat.
3.      Apabila dalam proses komunikasi terjadi pula proses komunikasi yang harmonis, yaitu apabila antara pemberi lambang (komunikator) dan penerima lambang (komunikan) terdapat pengertian, saling mempengaruhi dalam rangka perwujudan suatu masyarakat yang harmonis.

Pendapat lain yang menunjukkan syarat-syarat tercapainya masyarakat yang ideal adalah sebagai berikut:
1.      Kebutuhan individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat terpenuhi
2.      Berkembangnya sumber daya manusia dan sumber daya sosial sebagai modal dalam pelaksanaan tugas-tugas dan terjalinnya kepercayaan dan relasi sosial.
3.      Tidak adanya dominasi dan diskriminasi, sehingga terciptanya akses terbuka terhadap pelayanan sosial bagi anggota masyarakat.
4.      Terbukanya kesempatan dan hak bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam segala pengambilan keputusan maupun forum kemasyarakatan.
5.      Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6.      Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7.      Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.

D. Patologi
Patologi adalah kebalikan dari masyarakat ideal iala segenap tingkah laku manusia yang di anggap tidak sesuai. melanggar norma-norma umum dan adat istiadat serta tidak terintegrasi langsung dengan tingkah laku umum. Dan tidak dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasan-batasan tertentu. 


Kesulitan Belajar dan Alternatif Pemecahannya

A.     Faktor Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar siswa, biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namu, kesulitan juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat atau bolos sekolah.

            Secara garis besar, faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam
1.      Faktorn Inter siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri.
Faktor intern siswa meliputi ganguan atau kekurangan kemampuan psiko-fisik siswa yakni:
a.       Bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi sisa;
b.      Bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
c.       Bersifat psikomotorik (ranah rasa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga)

2.      Faktor Ekstern sisa, yakni hal-hal atau keadaan dari luar diri siswa
Faktorn ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini dapat dibagi menjadi tiga macam:
a.       Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b.      Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
c.       Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.


B.     Diagnosis Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar sisswa, guru sangat dianjurkan terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosi yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Langkah-langkah dalam mendiagnostik anak yang kesulitan belajar menggunakan prosedur Weener dan Sent tahun 1982 (Wardani, 1991) sebagai berikut:
1.      Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2.      Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3.      Mewawancarai orang tua atau wali siswa, untuk mengetahui ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4.      Memberikan tes diagnostik di bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5.      Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

C.     Analisis Pemecahan Kesulitan Belajar Siswa
Pemecahan masalah terhadap anak yang kesulitan belajar cukup bervariasi, namun, sebelum melakukan hal itu, seorang gur diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan 4 langkah berikut:
1)      Analisis hasil diagnostik
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar, perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendah dapat diketahui secara pasti.
2)      Menentukan kecakapan bidang bermasalah
Adapun bidang-bidang tersebut dikategorikan menjadi 3 macam:
·        Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri.
·        Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani guru dengan bantuan orang tua.
·        Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani oleh guru maupun orang tua.
Bidang kecakapan yang tidak dapat ditangani atau terlalu sulit ditangani baik oeh guru maupun orang tua adalah bersumber dari kasus tunagrahita (lemah mental) dan kecanduan narkotika. Oleh karena itu, para siswa yang mengalami masalah kesulitan belajar yang berat tersebut tidakn hanya memeelukan pendidikan khusus, tetapi juga memerlukan perawatan khusus.
3)      Menyusun program perbaikan
Dalam hal penyusunan program pengajran perbaikan (remedial teaching), maka guru terlebih dahulu menetapkan hal-hal berikut:
·        Tujuan pengajaran remedial.
·        Materi pengajaran remedial.
·        Metode pengajaran remedial.
·        Alokasi waktu pengajaran remedial.
·        Evaluasi kemajuan siswa setelah mengikuti pengajaran remedial.
4)      Melaksanakan program perbaikan

Pada prinsipnya, program pengajaran remedial itu lebih cepat dilaksanakan tentu saja lebih baik. Namun, hal yang perlu di pertimbangkan oleh guru pembimbing adalah kemungkinan digunakannya ruangan bimbingan dan penyuluhan yang tersedia di sekolah dalam rangka memberdayakan ruangan BP/BK tersebut.


Sumber: Islamuddin, Haryu.2012."Psikologi Pendidikan".Yogyakarta: Pustaka Pelajar