Secara Etimologis ( asal kata ) Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa
Indonesia
merupakan kata
serapan dari bahasa
Arab yaitu
فلسفة (falsafah), yang juga diambil dari bahasa
Yunani yaitu Φιλοσοφία (philosophia). Dalam bahasa
ini, kata ini merupakan kata majemuk, dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga
arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Secara terminologis, filsafat berarti
pengetahuan tentang pengetahuan. Yang merupakan akar dari pengetahuan atau
pengetahuan yang terdalam. Menurut Plato ( 428-348 SM) Filsafat tidak lain
tentang pengetahuan segala yang ada. Menurut Cicero (106-43 SM) Filsafat
sebagai “ibu dari semua seni (The mother
of all arts)“ ia juga mendifinisikan filsafat sebagai ars vitae atau seni
kehidupan. Menurur Al-farabi, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam
maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. Sedangkan menurut
Harun Nasution filsafat adalah berpikir menurut tata tertib(logika0 dengan
bebas (tidak terikat tradisi,dogma atau agama) dan dengan sedalamn-dalamnya
sehingga sampai ke dasar persoalan.
Berdasarkan dari beberapa pengertian
filsafat diatas saya menyimpulkan menurut saya, filsafat adalah ilmu yang
mempelajari atau mengkaji segala sesuatu yang dipikirkan secara kritis untuk
memperoleh kebenaran yang sebenar-benarnya.
Perbedaan ilmu dengan filsafat, Ilmu
bersifat pasteoriosi ( kesimpulan ditarik tanpa pengujian berulang sedangkan
filsafat bersifat priori ( kesimpulan ditarik tanpa pengujian tetapu pemikiran
dan perenungan). Keduanya sama-sama mencari kebenaran den memerlukan proses
berpikir.filsafat tidak dapat di buktikan dengan filsafat sendiri tetapi hanya
dapat dibuktikan melalui observasi.
Ciri-ciri orang yang berpikir filsafat yaitu,
berpikir sampai ke akarnya (radikal), secara logis (sistematis), secara
menyeluruh tidak terbatas pada bagian tertentu (universal) dan spekulatif
terhadap kebenaran yang perlu pengujian.
Berpikir filsafat memliki beberapa manfaat,
pada mahasiswa bisa membiasakan diri untuk berpikir kritis, bersikap logis dan
rasional, mengembangkan opini dan argumentasi, serta mengembangkan semangat
toleransi dalam perbedaan pandangan.
Dalam filsafat memiliki beberapa
cabang yaitu Logika ( hal yang benar dan salah), Etika (hal yang baik dan
buruk), Estetika ( hal yang indah dan jelek), Metafisika (hakikat kebenaran
zat) dan Politik (organisasi pemerintahan yang ideal.
Kelima cabang tadi terbagi lagi
menjadi beberapa cabang yang lain yaitu Epistimoogi ( filsafat Pengetahuan),
Etika (Filsafat moral), Estetika (filsafat seni atau keindahan), metafisika
(filsafat yang paling luas), politik (filsafat pemerintahan), Agama, Filsafat
Ilmu, filsafat pendidikan, filsafat hukum, filsafat sejarah dan filsafat
matematika.
Dari beberapa filsafat diatas karena
kuliah dibidang pendidikan jadi yang paling dibahas adalah mengenai filsafat
pendidikan.
Filsafat pendidikan merupakan
ilmu filsafat yang mempelajari hakikat pelaksanaan dan pendidikan. Filsafat dan pendidikan sebenarnya adalah dua istilah yang
mempunyai makna sendiri. Akan tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah
tema yang baru dan khusus. Filsafat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu
filsafat secara umum. Filsafat pendidikan adalah studi ihwal tujuan hakikat dan
is yang ideal dari pendidikan. Filsafat pendidikan juga dapat diartikan sebagai
suatu filsafat yan dijadikan sebagai dasar dari para pelaksana pendidikan.
Menurut para
ahli yaitu Menurut Al-Syaibany (1797: 36), filsafat pendidikan adalah aktivitas
pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur,
menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Menurut
Imam Barnadib (1993: 3), filsafat pendidikan merupakan ilmu
yang pda hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis
filosofis terhadap bidang pendidikan. Menurut
Jhon Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya fikir (intelektual)
maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia.
Berdasarkan
beberapa pengertian diatas kesimpulannya menurut saya, filsafat pendidikan
adalah ilmu filsafat yang digunakan untuk memahami dan mengerti pendidikan itu
sendiri agar memperoleh kemampuan dasar untuk mencapai tujuan pendidikan.
Selain
cabang-cabang filsafat tadi, filsafat juga memiliki aliran ditinjau dari
ontologi, epistimologi dan aksiologi. Ontologi adalah ilmu hakikat yang
menyelidiki alam nyta dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Epistimologi
adalah pengetahuan yang berusaha menaab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah
pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis
pengetahuan. Sedangkan aksiologi berasal dari kata axios yang artinya nilai
atau sesuatu yang berharga dan logos artinya akar teori, jadi aksiologi cabang filsafat
yang mempelajari nilai, secara singkat aksiologi adalah teori nilai.
Sedangkan aliran filsafat sendiri terbagi
menjadi aliran perenialisme, progresivisme, esensialisme, dan
rekonstruktivisme.
Pertama, Perenialisme berasal dari kata perennial
yang berarti abadi, kekal atau selalu.
Aliran perenialisme diambil dari kata perenialisme yang diartikan sebagai
“continuing throughout the whole year” atau “lasting for avery long line” abadi
.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi
dan solusi terhadap pendidikan progresif dan atas terjadinya suatu keadaan yang
mereka sebut sebagai krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern.
Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan
sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan
mundur, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang
telah menjadi pandangan hidup yang kuat,kukuh pada zaman kuno dan abad
pertengahan.
Dalam pendidikan, kaum perenialis
berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta
mambahayakan tidak ada sat u pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian
tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada
kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan
waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
Kedua, Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang
didirikan pada
tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang
benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.
Aliran ini memandang kebudayaan sebagai
hasil budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak
beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha
manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan
itu.
Anak didik diberikan kebebasan baik
secara fisik maupun cara berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat
oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas
para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi
pelajaran.
Pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru
haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif Dengan
berpijak dari pandangan tersebut maka sangat jelas bahwa filsafat progresivisme
bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju
(progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
Ketiga, Esensialisme adalah pendidikan
yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal
peradaban umat manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak
pada nilai-nilai yang jelas dan tahan
lama dalam memberikan kestabilan, mempunyai tata aturan yang jelas.
Herman Harrel Horne, dalam bukunya
mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal,
yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Robert
Ulich, berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara
fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat
diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta.
Aliran ini sama dengan perennialisme,
yaitu lebih berorientasi pada masa lalu dan lebih menekankan pada pemahaman
dunia melalui ilmu pasti dan ilmu sosial, serta mengindahkan ilmu filsafat dan
agama. Bahan pokok kurikulum adalah sebuah rencana esensialis tentang
organisasi kurikulum dan teknik-teknik pemberian pelajaran, dengan tes sebagai
metodenya. Karya ilmiah, yakni kemampuan mendaur ulang apa yang telah
dipelajari, merupakan nilai yang tinggi, dan pendidikan diawasi sebagai
persiapan mencapai maksud pendidikan, seperti perguruan tinggi, lapangan kerja
dan kehidupan.
Keempat Rekonstruktivisme, Kata
rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris
”rekonstruct” yang berarti
menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme
adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme, pada
prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis
kebudayaan modern. Mereka memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang
mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme
tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Aliran
perennialisme memilih cara tersendiri. Sementara itu aliran rekonstruksionisme
menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan
mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia agar dapat
mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.
Hal yang bersifat fisis sudah banyak
yang diketahui meskipun belum tuntas tetapi hal yang bersifat spiritual
kualitatif masih misteri. Secara umum tahu bahwa manusia itu berasal dari tuhan
dan ketuhan. Tetapi jika ada kesempatan cenderung bertentangan dari ajarannya.
Ada kesenjangan antara pengetahuan manusia
dengan perilakunya. Manusia lahir degan cipta karsa dan rasa. Ketiga potensi
tersebut manusia memiliki rasa ingin tahu atas segala sesuatu. Ketiga hal
tersebut melahirkan; filsafat hidup, pedoman hidup dan aturan dalam bersikap
dan memperoleh pengetahuan.
Manusia Makhluk berpendidikan Dalam
KBBI, manusia diartikan “makhluk yang berakal budi” (mampu menguasai makhluk
lain). Dengan pengetahuan manusia mampu menjaga kelangsungan hidup. Pengetahuan
diamalkan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari. Sejak lahir manusia
terlibat dalam proses pendidikan. Karena itu manusia berbudaya.
Manusia sebagai makhluk yang
berbudaya karena hasil oleh pikir, karsa, dan rasa yang melahirkan pengetahuan
teknologi dan seni.makin tinggi iptek makin tinggi kebudayaaannya. Serta
karakter individu merupakan manusia makhluk yang pemikir yang sistem, memliki
kemampuan menggabungkan isu dan lain-lain. Manusia memliki kemampuan membantu
dan membangun visi bangsa/sekolah dan memberi inspirasi bagi masyarakat.
Hakikat manusia dan pengembangannya,
sasarannya adalah manusia karena manusia hanya bisa dimanusiakan oleh manusia
lewat pendidikan yang membantu untuk menumbuhkan potensi-potensi kemanusiaannya
tersebut.
Hakikat Masyarakat, secara umum
masyarakat adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah
dan saling berinteraksi dengan sesama untuk mencapai tujuan. Masyarakat terdiri
dari berbagai macam pendidikan, profesi dan lain-lain dan memiliki
komponen-komponen tertentu. Masyarakat diharapkan mampu untuk membangun dan
mencapai tujuan dari suatu daerah atau negara dengan saling membantu satu sama
lainnya. Salah satunya yaitu melalui pendidikan.
Pendidikan merupakan
transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture and
transfer of religius yang semoga
diarahkan pada upaya untuk memanusiakan
manusia.
Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya untuk mengubah
perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan.
Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara (Achmad Munib, 2004: 142).
Hal di atas menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu
upaya yang terencana, yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh
peserta didik. Potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik tentu
berbeda–beda, yang nantinya adalah tugas
seorang pendidik untuk mampu melihat dan mengasah potensi–potensi yang
dimiliki peserta didiknya sehingga mampu berkembang menjadi manusia berguna bagi masyarakat,
bangsa dan negara.
Pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan generasi yang
baik, manusia–manusia yang lebih berbudaya, manusia sebagai individu yang
memiliki kepribadian yang lebih baik. Tujuan pendidikan di suatu negara akan
berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sesuai dengan dasar negara,
falsafah hidup bangsa, dan ideologi negara tersebut. Tujuan tersebut akan
terlaksana dengan baik apabila para pendidiknya mampu untuk menghasilkan lulusan peserta didik yang baik.
Pendidik
adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus
pendidik dalam perspektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat
secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur
pengetahuan, keterampilan.
Pendidik
dapat berarti orang bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kematangan
aspek rohani dan jasmani anak.
Pendidik adalah orang yang pekerjaannya mendidik peserta didik
baik di lingkungan formal (kelas atau sekolah) ataupun nonformal. Dengan
demikian peserta didik peranannya merupakan obyek transformasi ilmu tersebut.
Demikian pula pada perkembangannya guru disebut pula sebagai pengajar (intruksional),
posisi pengajar dalam manusia modern sama sekali berbeda dari tempat yang diberikan
kepadanya dalam Islam. Jadi paradigma pendidik tidak hanya bertugas
sebagai guru atau pengajar, yang mendoktrin peserta didiknya untuk menguasai
seperangkat ilmu pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivtor dan
fasilitator dalam proses belajar mengajar. karena hakekatnya pendidikan adalah suatu proses
pembentukan kepribadian,
moral serta intelektual yang baik.
Hakekat pendidik sebagai
manusia yang memahami ilmu pengetahuan sudah barang tentu dan menjadi sebuah
kewajiban baginya untuk mentransferkan ilmu itu kepada orang lain. Perbuatan mendidik atau mengajar
adalah perbuatan terpuji dan mendatangkan pahala dari Allah karena amal
kebajikan jariyah yang akan mengalirkan pahala selama ilmu yang diajarkan
tersebut masih diamalkan orang yang belajar tersebut. Seorang pendidik mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai seorang pendidik untuk
mendididk peserta didiknya agar menjadi orang yang berguna dimasyarakat.
Peserta didik atau anak didik merupakan individu yang
selalu tumbuh dan berkembang. Itu semua harus dipahami oleh semua pendidik.
Peserta adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, dimana mereka sangat memerlukan
bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan
fitrahnya.
Peserta didik adalah pribadi yang sedang berkembang yang bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri
sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup. Mereka adalah pribadi yang memiliki potensi, baik fisik maupun psikologis yang
berbeda-beda sehingga masing-masing merupakan insan yang unik. Masih memerlukan pembinaan individual dan perlakuan yang manusiawi. Peserta didik pada dasarnya
merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungannya serta memiliki kemampuan untuk mandiri.
Manusia dalam kedudukannya
sebagai peserta didik haruslah ditempatkan sebagai pribadi yang utuh, yakni
manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan sosial, sebagai kesatuan
jasmani dan rohani, daan sebagai makhluk Tuhan yang harus menempatkan hidupnya
di dunia sebagai persiapan kehidupan akhirat.
Kebutuhan peserta didik adalah suatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh
peserta didik untuk mendapatkan kedewasaan ilmu. Kebutuhan-kebutuhan itu adalah
Kebutuhan fisik, Kebutuhan intelektual, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan untuk
mendapatkan status. Kebutuhan tersebut akan terpenuhi dengan kurikulum yang
sudah disesuaikan dengan kebutuhan tersebut.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, Maka dengan
terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
81A tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum, pemerintah telah menggiring
pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum
2013, yaitu kurikulum sebagai jantungnya pendidikan perlu dikembangkan dan
diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah, satuan
pendidikan, dan peserta didik.
Sebagai seorang pendidik, tidak asing lagi dengan istilah kurikulum.
Kurikulum disusun untuk dijadikan pedoman dalam melaksanakan pendidikan.
Penyusunannya dilaksanakan berdasarkan atas dasar kebutuhan belajar anak didik
yang diharapkan menjadi penerus pembangunan bangsa di masa datang. Karena itu,
kurikulum berubah sesuai dengan kebutuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa kurikulum
merupakan pedoman utama bagi guru dan bagi pihak yang berkaitan dengan
pendidikan.
Hal ini, sejalan dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional tahun 2003 yang berbunyi “ kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”. Atau dengan kata lain, kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Tujuan tertentu itu meliputi tujuan pendidikan nasional serta kessesuaian
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta
didik. Oleh sebab itu kurikulum
disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Dengan demikian, maka jelas bahwa pendidik mengemban tugas sebagai
pelaksana operasional dari kurikulum yang berlaku.
Kurikulum mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam lembaga
pendidikan. Salah satu penentu keberhasilan pendidikan terdapat pada kurikulum.
dan bagus tidaknya kurikulum tergantung kepada perumus kurikulum sendiri.
Kurikulum diharapkan dapat menjadi sarana terciptanya cita-cita/ tujuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan tersebut akan lebih mudah terlaksana jika
menggunakan metode yang akan menunjang dan meningkatkan tingkat keberhasilannya
tersebut.
Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan
sebagai suatu cara atau prose dur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.
Metode pembelajaran berarti cara-cara yang dipakai untuk menyajikan bahan
pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan. Salah satu keterampilan guru yang memegang posisi penting adalah
keterampilan memilih metode pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran
berkaitan langsung dengan usaha guru dalam menampilkan pengajaran sesuai dengan
situasi dan kondisi, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal
(Pupuh Fathurrohman,dkk, 2007: 55).
Metode merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan
memiliki peranan yang sangat strategi. Nilai strategis metode pembelajaran
adalah dapat mempengaruhi jalannya kegiatan pembelajaran. Suatu contoh,
kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru menjadi kurang terjadi interaksi
antara guru dan peserta didik serta kurang memberikan motivasi belajar kepada
peserta didik karena menggunakan metode embelajaran yang kurang tepat.
Pemilihan metode mengajar yang kurang tepat justru akan mempersulit guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran (Syaiful Bahri Djamarah, 2006: 86). Metode megajar
pada umumnya ditujukan untuk membimbing peserta didik dalam belajar sesuai
dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Efektifitas penggunaan metode
pembelajaran tergantung pada kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, kemampuan 8 guru, kondisi peserta
didik,sarana dan prasarana, situasi dan kondisi serta waktu (Sumiati, 2008: 91-92).
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu pembelajaran maka digunakanlah
evaluasi.
Evaluasi
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyelenggaraan pembelajaran secara
keseluruhan. Pada dasarnya, evaluasi dimaksudkan untuk memperoleh
data atau informasi tentang jarak antara situasi yang ada dan situasi yang
diharapkan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Dengan menggunakan
data dan informasi yang ada, guru dapat mengambil keputusan tentang kegiatan
belajar mengajar selanjutnya. Agar proses evaluasi dapat berlangsung, maka
instrumen evaluasi harus direncanakan, disusun, dan dilaksanakan. Salah satu
instrumen evaluasi yang digunakan secara luas adalah tes.
Tes adalah serangkaian tugas yang
harus dilakukan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk
mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Pengukuran adalah suatu proses atau
kegiatan untuk menentukan kuantitas daripada sesuatu. Penilaian adalah suatu
proses atau kegiatan yang berkesinambungan untuk pengumpulan informasi tentang
proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan
berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Evaluasi
adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas
(nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria
tertentu dalam rangka mengambil suatu keputusan.
Evaluasi tidak
boleh dipandang sebagai kumpulan teknik-teknik saja tetapi lebih merupakan
sebuah proses yang berdasar pada prinsip-prinsip. Teknik evaluasi harus dipilih
sesuai dengan tujuan yang akan dilayaninya dan harus dipertimbangkan apakah
teknik evalusi merupakan metode yang paling efektif untuk menetukan apa yang
ingin diketahui oleh siswa. Pemakaian teknik evaluasi yang sewajarnya menuntut
kewaspadaan akan keterbatasannya seperti juga kekuatannya. Semua alat evaluasi
selalu mengandung kekurangan tertentu. Kesadaran atas keterbatasan alat
evaluasi memungkinkan dapat memakainya lebih efektif, dan kesalahan-kesalahan
dalam teknik evaluasi dapat dihilangkan dengan cara hati-hati dalam memilih dan
memakainya. Evaluasi hanyalah alat mencapai tujuan bukan merupakan tujuan
akhir.
Untuk itulah M.
Sonardi Djiwandono mengatakan pada hakikatnya kedudukan evaluasi dalam desain
pembelajaran adalah ”sebagai bagian akhir dari rangkaian tiga komponen pokok
penyelenggaraan pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
dan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran.”